RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) merupakan salah satu dari 50 RUU yang masuk program legislasi nasional (prolegnas) pada tahun 2020-2024. Awalnya, RUU merupakan inisiatif fraksi PDI Perjuangan melalui Baleg yang kemudian disetujui oleh sidang paripurna untuk menjadi RUU inisiatif DPR RI. RUU HIP terdiri atas 10 Bab dan 60 Pasal. RUU ini dibentuk dengan tujuan untuk menjadi pedoman bagi penyelenggara negara dalam menyusun dan menetapkan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi terhadap kebijakan pembangunan nasional. Kebijakan pembangunan nasional itu diterapkan di semua aspek berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan ideologi, serta arah bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun seperti rancangan hukum pada umumnya, RUU HIP ini juga menuai pro dan kontra. Mari kita menelisik kontroversi RUU HIP ini.
RUU HIP dinilai sebagai salah satu RUU Kontroversial yang dibahas oleh DPR pada saat Pandemi. Proses pembahasan draft RUU HIP menjadi RUU terkesan sangat tergesa-gesa. Sebab keputusan rapat paripurna dilakukan hanya sesaat menjelang waktu berbuka puasa dan tidak ada sesi penyampaian pandangan fraksi. Sehingga tidak diketahui dengan jelas fraksi mana yang setuju dan yang menolak RUU HIP tersebut. Wibisono SH., MH. selaku pengamat militer dan kebijakan publik berpenadapat bahwa secara substansial RUU HIP mengandung banyak kontroversi. Sehingga menimbulkan perdebatan dan penolakan oleh masyarakat, diantaranya adalah sebagai berikut:
Pertama, alasan pembentukannya
Berdasarkan konsideran RUU HIP, disebutkan bahwa urgensi pembentukan RUU ini dikarenakan belum adanya UU yang memaparkan lebih lanjut terkait ideologi Pancasila. Sehingga diperlukannya pembentukan UU HIP sebagai landasan hukum untuk menjadi pedoman bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu juga sebagai kerangka bertindak bagi penyelenggara negara untuk mewujudkan tujuan bernegara sebagaimana pembukaan UUD NRI 1945.
Berdasarkan hal tersebut, dapat disinyalir bahwa pembentukan RUU ini memiliki tujuan terselubung untuk melupakan sejarah. Mengingat bahwasanya dasar hukum berlakunya Pancasila dan UUD NRI 1945 saat ini adalah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, tapi mengapa Dekrit tersebut tidak dimasukan sebagai konsideran RUU tersebut? Selain itu, bilamana membahas keterkaitan Pancasila dengan dasar falsafah negara seharusnya merujuk pada aline ke-4 UUD NRI 1945.
Kedua, bangkitnya komunisme
Tidak dimasukannya Ketetapan MPRS No. XXV Tahun 1966 dalam konsideran RUU HIP menyebabkan berberapa fraksi di DPR melakukan penolakan terhadap draft RUU ini. Sejatinya hal itu tidak berlebihan bilamana melihat latarbelakang dari dibentuknya Ketetapan MPRS tersebut. Selain itu, tidak dimasukannya Ketetapan MPRS tersebut juga mengakibatkan seolah-olah adanya upaya pengaburan sejarah. Bahwa komunisme merupakan a contrario dari ideologi Pancasila.
Ketiga, merusak tatanan hukum nasional dan hierarki peraturan perundang-undangan
Berdasarkan hierarki peraturan perundang-undangan sewajarnya kedudukan UU memanglah dibawah UUD. Namun, karena substansi yang diatur dalam RUU ini adalah Pancasila yang diundangkan sebagai haluan ideologi, UU HIP dapat dikatakan sebagai makna “Pancasila” yangmana dalam penerapan/kedudukannya dapat dikatakan setara atau bahkan lebih tinggi dari UUD. Dengan demikian UU HIP dapat menjadi sumber dari segala sumber hukum di Indonesia bahkan UUD 1945 pun harus tunduk pada UU HIP, sebab secara filosofis dan yuridis berada dibawahnya.
Keempat, penyederhanaan Pancasila menjadi Trisila dan kemudian menjadi Ekasila
Dalam Pasal 7 ayat (2) dalam RUU HIP dinyatakan bahwa ciri pokok Pancasila berupa trisila, yaitu : sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan. Selain terkait penyederhanaan Pancasila, pertanyaanya adalah Tuhan siapa yang berkebudayaan?, apakah manusia dapat mengukur sifat ketuhanan dengan kebudayaan? Lebih lanjut, dalam pasal tersebut pun tuhan dikekang dalam bungkus Trisila, yang kemudian di bungkus lagi dalam Ekasila. Sehingga tidak salah bila banyak pihak yang mencurigai bahwa RUU HIP ini berkaitan dengan usaha penyebaran kembali paham komunis di Indonesia.
Lebih lanjut, Wibisono pun berpendapat bahwa seharusnya pada saat pandemi ini DPR RI lebih berfokus dalam legislasi terkait penyelesaian pandemi bukan malah menambah keruh keadaan saat ini. Demikian post berkaitan dengan Menelisik Kontroversi RUU HIP ini.
#TerbaikTercepatTerpercaya
#KlinikHukumTerpercaya
#SemuAdaJalannya