Pada 2020 lalu, pemerintah feat. DPR sepakat mengeluarkan undang-undang kontroversial yang memiliki nomor yang berpotensi mudah diingat: Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Penggunaan teknik Omnibus Law dalam pembentukan undang-undang ini cukup menjadi topik panas saat itu. Tidak hanya dari segi substansi dan kehebatan undang-undang gemuk ini yang mampu menampung ribuan pasal. Teknik pembentukan secara formal juga menimbulkan perdebatan di kalangan akademisi hukum (cek disini). Karena teknik tersebut tidak dikenal dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Teknik ini diklaim dapat memberi efek simplifikasi peraturan. Tapi kajian-kajian justru menimbulkan sebaliknya. Maka, apakah Hiper-regulasi Undang-Undang Ciptaker Terbukti?
Omnibus Law Cipta Kerja: Simplifikasi Semu?
Maksud yang diinginkan oleh pemerintah ft. DPR dalam meluncurkan Undang-Undang Cipta Kerja adalah melakukan pembaharuan peraturan jadul dengan sekali ketok. Tujuannya jelas, memuluskan investasi, mempermudah usaha dan hasil akhirnya adalah menciptakan lapangan kerja. Dari sisi pemerintah sebelum mengambil keputusan ini, teknik Omnibus Law tentu saja diharapkan menciptakan kondisi simplifikasi. Apalagi mengingat di Indonesia sendiri, terdapat ratusan ribu bahkan jutaan peraturan di Indonesia. Maka maklumlah jika pemerintah terlihat sumringah dengan cara yang digunakan dalam pembentukan ini. Terlihatnya sih, tidak akan menimbulkan “Tsunami Regulasi” karena satu undang-undang merevisi banyak undang-undang sekaligus. Tidak seperti revisi sebelumnya yang harus membuat undang-undang bahkan walaupun revisinya tidak banyak.
Akan tetapi benarkah demikian? Setelah berjalannya waktu, menurut admin justru terlihat sebaliknya. Atau dapat dikatakan, kondisi terbaik yang timbul adalah “Simplifikasi Semu”. Yang awalnya terlihat tidak akan menimbulkan hiper-regulasi, yang terjadi justru tidak benar-benar simplifikasi. Kita bisa melihat dari peraturan presiden dan peraturan presiden yang muncul sebagai “anak kandung” dari Undang-Undang Cipta Kerja yang berperan sebagai peraturan teknis. Di beberapa bulan awal ini saja, sudah muncul sekitar 50 aturan turunan sebagai generasi awal. Akan tetapi yang menyebabkan fenomena ini menjadi unik adalah, sebagian besar peraturan turunan tersebut justru terlihat seperti nomenklatur undang-undang yang saat ini sudah ada (dan masih berlaku).
Jadi, apakah Hiper-regulasi Undang-Undang Ciptaker Terbukti?
#TerbaikTercepatTerpercaya
#KlinikHukumTerpercaya
#SemuaAdaJalannya
Civitas Akademika ilmu hukum yang terfokus di bidang Hukum Bisnis, Hukum Ekonomi dan Hukum Teknologi.