GAds

Sengketa Merek Denza: BYD Gagal Gugat PT WNA, Bagaimana Hukum Indonesia Menyikapinya?

Sengketa Merek Denza: BYD Gagal Gugat PT WNA, Bagaimana Hukum Indonesia Menyikapinya?

Pada awal tahun 2025, sebuah sengketa merek besar mengguncang industri otomotif Indonesia. BYD, produsen mobil listrik asal Tiongkok yang sedang berkembang pesat, menggugat PT Worcas Nusantara Abadi (WNA) atas penggunaan merek “Denza”. Namun, setelah melalui proses hukum di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, gugatan tersebut ditolak dengan alasan yang cukup mengejutkan. Mengapa demikian? Dan apa yang bisa dipelajari dari kasus ini?

Merek Denza dan Keberadaan PT WNA

Merek “Denza” yang digunakan oleh BYD merupakan merek yang sudah terkenal secara internasional, khususnya dalam produk mobil listrik. Namun, pada 3 Juli 2023, PT WNA mendaftarkan merek “Denza” di Indonesia untuk jenis barang kendaraan bermotor (kelas 12). PT WNA kemudian memperoleh perlindungan hukum atas merek tersebut hingga 3 Juli 2033.

Namun, yang menjadi inti dari sengketa ini adalah bahwa PT WNA mengalihkan kepemilikan merek tersebut pada PT Raden Reza Adi pada 10 September 2024 melalui perjanjian notaris. Artinya, pada saat BYD mengajukan gugatan terhadap PT WNA pada Januari 2025, merek “Denza” sudah bukan lagi milik PT WNA. Oleh karena itu, gugatan BYD dianggap salah alamat oleh pengadilan.

Prinsip “First to File” dalam Hukum Indonesia

Penting untuk dipahami bahwa hukum merek di Indonesia menganut prinsip “first to file”. Prinsip ini mengatur bahwa hak atas merek diberikan kepada pihak yang pertama kali mendaftarkan merek di negara tersebut, bukan berdasarkan popularitas atau keberadaan merek di negara lain.

Dalam hal ini, meskipun BYD mengklaim bahwa merek “Denza” sudah terkenal di lebih dari 100 negara, pengadilan menilai bahwa hal tersebut tidak otomatis memberikan perlindungan hukum terhadap merek tersebut di Indonesia. Hak merek di Indonesia hanya berlaku bagi pihak yang terdaftar secara sah sesuai dengan hukum yang berlaku di negara tersebut. Oleh karena itu, meskipun Denza adalah merek terkenal secara internasional, peran pendaftaran lokal di Indonesia tetap menjadi faktor penentu dalam sengketa ini.

Kasus Pengalihan Merek dan Dampaknya

Pengalihan merek yang dilakukan oleh PT WNA menjadi salah satu faktor yang membuat gugatan BYD ditolak oleh pengadilan. Dalam sistem hukum Indonesia, perpindahan hak atas merek harus dilakukan secara sah dan sesuai prosedur. Dengan adanya pengalihan merek ini, PT WNA tidak lagi memiliki hak atas merek Denza saat gugatan dilayangkan, sehingga gugatan terhadap PT WNA menjadi tidak relevan.

Pengalihan merek ini menunjukkan pentingnya dokumentasi yang tepat dan prosedur hukum dalam proses pendaftaran dan pengalihan merek. Bagi perusahaan yang terlibat dalam peralihan merek, sangat penting untuk memastikan bahwa proses pengalihan tersebut tercatat secara sah, sehingga tidak terjadi sengketa hukum di kemudian hari.

Teritorialitas dalam Hukum Merek

Salah satu prinsip penting yang ditemukan dalam sengketa ini adalah prinsip teritorialitas. Prinsip ini mengatur bahwa perlindungan merek hanya berlaku di negara tempat merek tersebut terdaftar. Artinya, meskipun merek Denza telah dikenal secara internasional dan terdaftar di lebih dari 100 negara, Indonesia tidak secara otomatis memberikan perlindungan terhadap merek tersebut hanya karena adanya pendaftaran internasional.

Prinsip ini sangat penting bagi perusahaan asing yang ingin memasuki pasar Indonesia. Sebelum memasarkan produk atau menggunakan merek di Indonesia, perusahaan asing harus terlebih dahulu melakukan pendaftaran merek di Indonesia sesuai dengan hukum yang berlaku di negara ini.

Dampak Bagi Perusahaan Asing

Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi perusahaan asing yang ingin memperkenalkan produk mereka ke pasar Indonesia. Penyelesaian sengketa merek menunjukkan bahwa pendaftaran merek yang sah di Indonesia adalah syarat mutlak untuk memperoleh perlindungan hukum di negara ini. Jika sebuah perusahaan internasional ingin menggunakan merek yang telah dikenal di luar negeri, mereka harus memastikan bahwa merek tersebut terdaftar di Indonesia, baik untuk produk yang mereka jual atau untuk melindungi hak kekayaan intelektual mereka.

Selain itu, perusahaan asing juga harus lebih berhati-hati dalam memahami sistem hukum dan prosedur pendaftaran merek di Indonesia. Sengketa seperti ini bisa menyebabkan kerugian finansial dan reputasi, sehingga sangat penting untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap status merek sebelum memulai operasional di Indonesia.

Conclusion

Sengketa merek “Denza” antara BYDand PT WNA mencerminkan pentingnya pemahaman tentang sistem hukum merek yang berlaku di Indonesia, khususnya prinsip “first to file”and teritorialitas. Kasus ini juga menunjukkan bahwa pengalihan merek harus dilakukan secara sah dan sesuai prosedur agar tidak terjadi sengketa di kemudian hari.

Bagi perusahaan asing yang ingin beroperasi di Indonesia, pendaftaran merek adalah langkah pertama yang sangat penting untuk melindungi hak kekayaan intelektual mereka dan menghindari konflik hukum yang merugikan.

    Leave Your Comment

    Your email address will not be published.*

    This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed .

    Start WA
    1
    Contact Us
    Hello Rencang, is there anything we can help with?