Kasus Garena dan Noxa: Kontroversi Hak Cipta di Era Karya AI “Tung Tung Sahur”
Di tengah semaraknya konten kreatif berbasis kecerdasan buatan (AI), muncul sebuah kontroversi yang memicu perdebatan hangat di jagat maya Indonesia: Kasus Noxa dan Garena, yang berawal dari karakter absurd bertajuk “Tung Tung Tung Sahur.” Kasus ini bukan sekadar soal skin game, tetapi juga menyentuh aspek hukum, etika, dan masa depan hak kekayaan intelektual di era AI.
Siapa Noxa dan Apa Itu “Tung Tung Tung Sahur”?
Noxa (@noxaasht) adalah seorang kreator digital yang dikenal di TikTok karena konten-konten viral absurd berbasis AI. Pada awal 2025, ia menciptakan karakter lucu sekaligus janggal bernama “Tung Tung Tung Sahur”, yang berasal dari hasil prompt dan olahan AI visual. Karakter ini sangat cepat meraih perhatian publik karena gaya visualnya yang unik, ekspresi aneh, dan suasana yang mengundang tawa.
Meme “Tung Tung Sahur” kemudian menyebar luas dan bahkan menjadi simbol khas bulan Ramadan 2025 di dunia maya.
Garena Free Fire Rilis Karakter Serupa
Puncak kontroversi terjadi ketika Garena Free Fire, game battle royale populer, merilis sebuah bundle skin karakter bertema “Tung Tung Sahur” ke dalam gamenya pada Juni 2025 lengkap dengan nama, gaya suara, dan visual yang sangat mirip dengan karakter ciptaan Noxa.
Yang menjadi sorotan adalah: Garena merilis karakter tersebut tanpa izin, kolaborasi, atau komunikasi lebih dahulu dengan Noxa.
Kasus Noxa dan Garena Free Fire: Apa Masalahnya?
Bukan Soal Uang, Tapi Soal Etika
Noxa tidak langsung menggugat atau menuntut secara hukum. Sebaliknya, ia menyampaikan bahwa:
“Saya tahu ini karya AI, jadi hak ciptanya lemah. Tapi saya menciptakan idenya, desain promptnya, konsep karakternya. Yang saya minta hanya pengakuan, atau ajakan kolaborasi. Etika itu nomor satu.”
Pihak Garena Bungkam
Sebelum kasus viral, Noxa sempat menghubungi Garena melalui berbagai kanal, namun tidak mendapat balasan. Akhirnya, setelah kasus memanas dan publik mendesak klarifikasi, barulah Noxa mengumumkan bahwa ia telah dihubungi kembali oleh pihak Garena, meskipun detail hasil komunikasinya tidak dijelaskan.
Hak Cipta dan Karya AI: Di Mana Posisi Hukumnya?
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, hak cipta hanya diberikan kepada ciptaan yang dihasilkan oleh manusia, bukan oleh sistem otomatis atau teknologi buatan.
Dalam konteks ini, karakter “Tung Tung Tung Sahur” yang viral melalui media sosial adalah hasil dari prompt visual berbasis AI. Maka secara hukum formal, karya tersebut tidak termasuk kategori ciptaan yang dilindungi hak cipta karena tidak memiliki pencipta manusia secara langsung sebagai penghasil konten akhir.
Inilah inti dari kasus Noxa dan Garena: apakah karya yang diciptakan dengan bantuan AI memiliki perlindungan hukum hak cipta?
Menurut Hukum Saat Ini:
- Di Indonesia (dan juga banyak negara lain), karya AI yang sepenuhnya dihasilkan mesin tidak dapat dilindungi oleh hak cipta, karena hak cipta hanya diberikan kepada pencipta manusia.
- Karya seperti “Tung Tung Sahur”, jika dibuat oleh AI tanpa campur tangan kreatif substansial dari manusia, dianggap domain publik.
Tapi… Kreativitas Prompt Adalah Bentuk Intelektual
Di sinilah perdebatan muncul:
- Apakah ide, konsep, dan proses kreatif di balik prompt AI tidak layak dihargai?
- Apakah perusahaan besar boleh mengambilnya begitu saja tanpa komunikasi?
Banyak netizen berpihak pada Noxa, menyuarakan bahwa etika dalam dunia kreatif tetap penting, bahkan ketika hukum belum sempurna.
Dalam kasus Noxa dan Garena, terjadi ketimpangan posisi hukum. Di satu sisi, Garena adalah entitas berbadan hukum dengan sumber daya untuk mengambil, memodifikasi, dan menerapkan karakter ke dalam game mereka tanpa harus bergantung pada sistem hukum Indonesia.
Di sisi lain, Noxa sebagai individu tidak memiliki mekanisme hukum yang memadai untuk membela kreasinya, karena hukum belum mampu mengakomodasi hak atas konten berbasis AI yang tidak berwujud “ciptaan manual.” Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan regulatif, yang menjadi peringatan bahwa hukum belum mampu menjawab perkembangan kreativitas berbasis teknologi.
Apakah Garena Melanggar Hukum?
Secara hukum formal, tindakan Garena kemungkinan belum dapat digugat langsung karena:
- Tidak ada perlindungan hak cipta sah atas hasil visual AI.
- Karakter “Tung Tung Sahur” belum didaftarkan atau dipatenkan.
- Tidak ada perjanjian atau kontrak sebelumnya.
Namun secara moral dan reputasi, Garena dinilai lalai dalam menjunjung etika kolaborasi.
Dampak Kasus Noxa Tung Tung Sahur
Kasus ini dengan cepat viral di media sosial dan memicu reaksi besar dari komunitas kreator, gamer, bahkan pengamat hukum.
Respons warganet:
- “Mau karya AI atau bukan, tetap harus izin.”
- “Garena harusnya ajak kolaborasi, bukan diam-diam pakai.”
- “Etika profesional itu wajib, apalagi dari perusahaan sebesar itu.
Beberapa media bahkan menyebut kasus ini sebagai “benturan pertama antara korporasi besar dan kreator AI lokal”, menandai babak baru dalam konflik kekayaan intelektual di dunia digital.
Pelajaran dari Kasus Noxa dan Garena
- Hukum belum mampu mengejar teknologi, terutama terkait AI-generated content.
- Etika dan apresiasi tetap wajib, bahkan jika hukum belum sempurna.
- Kreator lokal perlu lebih memahami cara melindungi ide dan karya mereka, misalnya dengan dokumentasi, lisensi creative commons, atau perjanjian legal sederhana.
- Perusahaan besar seharusnya menjunjung keterbukaan dan profesionalisme dalam berinteraksi dengan komunitas kreator.
Penutup: Tung Tung Sahur, Etika, dan Masa Depan Kreativitas AI
Kasus Noxa dan Garena Free Fire bukan hanya soal karakter lucu di TikTok dan skin di game. Ini adalah sinyal bahwa kita sedang memasuki era di mana AI, hukum, dan kreativitas manusia saling bersinggungan secara kompleks.
Semoga dari kasus Tung Tung Tung Sahur ini, dunia industri, hukum, dan komunitas kreatif bisa lebih saling menghargai dan membangun kolaborasi yang sehat ke depan. Untuk Rencang-Rencang yang saat ini berprofesi sebagai kreator dan masih bingung dengan konsep hak cipta bisa langsung konsultasi ke Klinik Hukum Rewang-Rencang secara gratis.
