Cara Mengenali Klaim Kosmetik yang Menyesatkan: Belajar dari Kasus BPOM
Dalam beberapa tahun terakhir, industri kosmetik berkembang begitu cepat. Produk baru muncul setiap hari, lengkap dengan janji-janji perawatan yang terdengar “wah” dan menggoda. Namun di balik kreatifnya dunia marketing kosmetik, ada satu masalah klasik yang terus muncul: klaim menyesatkan.
Belum lama ini, BPOM menindak 13 produk kosmetik pria yang mempromosikan diri sebagai pemulih “fungsi vital”, mulai dari meningkatkan performa seksual, memperbesar organ intim, hingga memperbaiki kualitas sperma. Klaim seperti ini langsung ditindak karena melanggar aturan dasar kosmetik: produk kosmetik tidak boleh mengklaim efek medis atau mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh.
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi konsumen — bahwa klaim kosmetik tidak selalu seindah yang ditulis di kemasan atau dipromosikan di media sosial. Lalu, bagaimana cara kita mengenali klaim yang menyesatkan? Berikut beberapa cara mudahnya.
Waspadai Klaim “Ajaib” yang Tidak Masuk Akal
Jika sebuah produk kosmetik menjanjikan efek yang terlalu ekstrem, itu biasanya tanda bahaya.
Contohnya:
- “Meningkatkan vitalitas pria dalam 5 menit”
- “Memperbesar organ intim tanpa operasi”
- “Menambah kekuatan seksual”
Klaim seperti ini bukan saja menyesatkan, tetapi juga jelas melanggar definisi kosmetik menurut regulasi. Kosmetik hanya diperbolehkan untuk membersihkan, merawat, menutrisi kulit, atau mempercantik tampilan — bukan mengobati atau mempengaruhi fungsi tubuh.
Perhatikan Kata-Kata yang Mengarah ke Efek Medis
Klaim kosmetik tidak boleh menyebutkan:
- Mengobati penyakit
- Menyembuhkan gangguan fungsi tubuh
- Mengatasi impotensi
- Meningkatkan kesuburan
Jika ada klaim-klaim seperti itu, produk tersebut sebenarnya sudah masuk ranah obat, bukan kosmetik. Di sinilah sering terjadi kesalahan produsen ingin menjual “solusi instan”, tetapi justru menyalahi aturan.
Cek Keaslian Izin Edar
Sebelum membeli produk kosmetik, langkah paling sederhana dan paling penting yang sering diabaikan adalah memeriksa izin edar BPOM. Melalui website resmi BPOM konsumen dapat memastikan apakah sebuah produk benar-benar terdaftar dan memiliki nomor izin edar yang valid. Pemeriksaan ini bukan hanya soal legalitas, tetapi juga memastikan bahwa produk tersebut telah melalui proses evaluasi keamanan dan mutu.
Banyak produk dengan klaim berlebihan justru tidak memiliki izin edar, atau izinnya tidak sesuai dengan kategori produk yang dipasarkan—misalnya tercatat sebagai skincare biasa, tetapi dipasarkan seolah-olah dapat memberi efek medis. Ada pula produk yang menyalahgunakan nomor registrasi palsu untuk tampak meyakinkan di mata konsumen.
Dengan selalu melakukan pengecekan izin edar, konsumen bisa menghindari potensi risiko kesehatan dan terhindar dari kosmetik ilegal yang mengedepankan klaim bombastis tanpa dasar.
Waspadai Promosi di Media Sosial dan Marketplace
Kasus kosmetik “vitalitas pria” yang ditindak BPOM banyak ditemukan di TikTok, Instagram, dan marketplace.
Ciri-cirinya:
- Konten video terlalu vulgar atau berlebihan
- Testimoni tidak jelas
- Menggunakan bahasa bombastis dan clickbait
- Menjanjikan efek cepat dan dramatis
Promosi seperti ini biasanya menyasar konsumen yang awam dan tidak tahu batasan klaim kosmetik. Jangan mudah tergoda dengan “hasil instan” terutama yang berkaitan dengan organ intim.
Pahami Batasan Fungsi Kosmetik
Untuk menghindari klaim kosmetik yang menyesatkan, konsumen perlu memahami lebih dulu apa sebenarnya batasan fungsi kosmetik menurut regulasi. Secara hukum, kosmetik hanya diperbolehkan digunakan untuk membersihkan, merawat, memelihara, mengharumkan, atau memperbaiki tampilan kulit dan bagian tubuh luar lainnya.
Artinya, kosmetik tidak boleh mengklaim dapat mengobati penyakit, memulihkan fungsi organ, menyembuhkan gangguan kesehatan, atau memberikan efek farmakologis seperti meningkatkan vitalitas atau memengaruhi struktur fisiologis tubuh.
Begitu sebuah produk menawarkan efek yang sejatinya menjadi ranah obat bukan kosmetik, maka klaim tersebut sudah melampaui batas dan patut dicurigai. Dengan memahami batasan ini, konsumen dapat lebih mudah membedakan mana klaim yang realistis dan mana yang berlebihan, sehingga lebih terlindungi dari promosi yang menyesatkan.
Belajar dari Kasus yang Ditindak BPOM
Kasus penindakan 13 kosmetik pria oleh BPOM ini bermula dari maraknya produk perawatan tubuh yang dipasarkan secara agresif di media sosial, terutama melalui video pendek dan promosi daring yang menjanjikan peningkatan fungsi vital pria.
Produk-produk tersebut mengklaim mampu memperbesar organ intim, meningkatkan performa seksual, memperbaiki kualitas sperma, hingga memberikan efek “keperkasaan instan”. Klaim seperti ini jelas berada di luar batas kewenangan kosmetik dan masuk ke wilayah obat-obatan.
Setelah melakukan pengawasan intensif, BPOM menemukan bahwa produk-produk tersebut tidak hanya menggunakan klaim medis yang menyesatkan, tetapi beberapa di antaranya juga tidak memiliki izin edar atau memalsukan nomor registrasi.
Karena itu, BPOM mengambil tindakan tegas:
- mencabut izin edar
- memerintahkan penarikan produk dari pasaran
- serta menghentikan seluruh materi promosi yang dianggap menyesatkan.
Kasus ini menunjukkan bagaimana produsen dapat dengan mudah melampaui batas demi menarik konsumen, sekaligus mengingatkan bahwa pengawasan BPOM sangat penting untuk menjaga keamanan produk yang beredar.
Penutup
Di era informasi digital, klaim kosmetik semakin kreatif, bahkan sering kali menyesatkan. Tapi kamu bisa menghindarinya dengan cek label dan izin edar, curiga dengan klaim berlebihan, pahami batasan kosmetik, dan jangan mudah tergoda oleh iklan viral.
Belajar dari kasus BPOM, kita tahu bahwa melindungi diri dimulai dari memilih produk yang benar. Untuk kamu produsen yang masih bingung mengenai ketentuan klaim dan labelling yang sesuai dengan ketentuan BPOM, konsultasikan langsung kepada Klinik Hukum Rewang-Rencang secara gratis.


