Kemarin (Kamis, 28 Januari 2021) terjadi suatu fenomena yang cukup unik. Eiger, salah satu merek fesyen yang menyediakan berbagai keperluan sandang beserta aksesorisnya membuat blunder dengan mengajukan Surat Keberatan kepada salah satu Reviewer di platform YouTube bernama Duniadian. Pada intinya dalam poin Surat Keberatan itu pihak Eiger mengkritisi kualitas video yang dirasa bisa mengurangi tampilan kualitas nyata produk dan dikhawatirkan dapat menimbulkan informasi tidak jelas bagi konsumen. Eiger juga meminta agar Duniadian menghapus video di kanalnya itu. (Sumber) Kejadian ini kemudian viral di kalangan netizen. Sebagian Netizen ada yang geram. Ada sebagian yang menganggap itu merupakan strategi marketing (menimbulkan penasaran=menciptakan pemasaran). Ada juga yang memanfaatkan momentum ini untuk memasarkan usahanya dengan reverse word dari Surat Keberatan: Surat Keringanan. Di post ini, kita tentu akan membahas kejadian ini dari sisi hukum. Pada intinya pesan kami: Jangan Meremehkan Surat Keberatan.
“Normativitas” Surat Keberatan
Cukup bosan nih Rencang menggunakan kata-kata “Legalitas” untuk menyebut keabsahan sesuatu. Mari kita menggunakan kata lain yaitu Normativitas, hehehe. Sejatinya, terdapat beberapa kolase norma yang membahas mengenai “Keberatan”. Loh, kok cuma “Keberatan”? Dimanakah dasar hukum “Surat Keberatan”? Keberatan sendiri secara umum merupakan tindakan hukum yang dilakukan oleh suatu entitas sebagai bentuk penolakan terhadap suatu keputusan suatu lembaga atau tindakan hukum/upaya hukum lain ari pihak lawan. Nah Keberatan ini kemudian disajikan dalam bentuk tertulis, umumnya berbentuk Surat. Disinilah kita bisa menyebut rangkaian tersebut dengan “Surat Keberatan”. Nah inilah beberapa uraian mengenai Keberatan:
-
Hukum Acara Pidana
Termaktub dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP yang menyatakan: “Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan.” Pada intinya, Surat Keberatan akan diajukan dalam bentuk eksepsi jika dirasa pengadilan tidak memiliki kewenangan untuk mengadili suatu perkara. Biasanya dimintakan untuk membatalkan surat dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum.
-
Hukum Acara Perdata
Tidak hanya dalam hukum acara pidana, Hukum Acara Perdata pun mengenal Keberatan sebagai salah satu alur hukum acaranya. Masuk dalam tahap Jawaban dari Tergugat yang mana salah satunya berisi tentang eksepsi, bantahan, penolakan dan keberatan tergugat atas gugatan penggugat. Dapat ditilik pada Pasal 121 ayat (2) HIR yang menyatakan: “Ketika memanggil yang digugat, maka sejalan dengan itu hendak diserahkan juga sehelai salinan surat tuntutan, dengan memberitahukan kepadanya bahwa ia kalau mau boleh menjawab tuntutan itu dengan surat.”
Mengenai Keberatan ini juga dapat ditemukan pada Gugatan Sederhana, dimana tergugat dapat mengajukan Keberatan jika tidak menerima putusan dengan dalih terdapat cacat hukum. Dasar hukumnya adalah Peraturan Mahkamah Agung tentang Gugatan Sederhana yang diperkuat Pasal 134 HIR dan Pasal 132 RV: “Jika perselisihan itu suatu perkara yang tidak masuk kekuasaan pengadilan negeri, maka pada setiap waktu dalam pemeriksaan perkara itu, dapat di minta supaya hakim menyatakan dirinya tidak berkuasa dan hakim pun wajib pula mengakuinya karena jabatannya.”
-
Hukum Pajak
Kita juga bisa menemukan istilah Keberatan dalam hukum perpajakan. Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan, dalam beberapa pasal menyebutkan mengenai Keberatan dan yang paling kentara adalah pada Pasal 25 ayat 1. Pada intinya, Keberatan dalam Pajak ini berarti upaya yang ditempuh Wajib Pajak (WP) yang kurang puas atau tidak puas maupun (intinya tidak sependapat) dengan hasil ketetapan pajak maupun atas pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga. Bentuknya lagi-lagi adalah Surat, yang dapat kita lihat dalam Pasal 25 ayat 2 (diajukan secara tertulis mengenai permasalahan pajak dan alasan yang menyertai).
Sakralitas Surat Keberatan
Apakah kemudian ketika admin menggunakan judul “Jangan Meremehkan Surat Keberatan” lantas menjadi kritik terhadap Netizen (yang geram kepada tindakan Eiger) serta sebagai bentuk dukungan kepada Eiger? BIG NO. Apakah maksudnya kami kontra dengan para pengusaha yang memanfaatkan blunder Eiger dengan membuat marketing reverse word bernama “Surat Keringanan”? Tentu juga TIDAK. Admin justru sebaliknya, ingin memberi suatu anotasi terhadap “tindakan hukum” yang diambil Eiger (ada kata-kata “legal” berarti berbau hukum, kan? 😀 ). Halo Eiger, jangan mendesakralisasi (mengurangi sakralitas) dari Surat Keberatan. Di atas, admin telah menyebutkan beberapa bentuk keabsahan Surat Legalitas yang pada umumnya digunakan untuk mengajukan ketidakterimaan akan sesuatu yang dikeluarkan oleh lembaga atau pengadilan.
Tiga contoh Normativitas Surat Keberatan hanyalah sebagian contoh yang tentunya pasti masih ada pengaturan mengenai “Surat Keberatan” dalam peraturan perundang-undangan yang lain. Surat Keberatan dalam Pidana, Perdata dan Perpajakan digunakan sebagai upaya untuk mempertahankan daya tawar suatu entitas di hadapan hukum. Misalnya untuk mempertahankan hak-haknya dan meringankan kewajibannya. Dan tentunya yang perlu digarisbawahi, digunakan di hadapan suatu instansi. Bukan perorangan apalagi YouTuber. 🙂 Dont get me wrong. Tidak ada yang salah dengan tindakan Eiger. Akan tetapi menurut admin, hanya tidak pada kesempatannya bagi Eiger untuk menggunakan Surat Keberatan. Jika memang merasa ada hak yang dilanggar (misal katakanlah Nama Baik atau delusi kualitas produk) gunakanlah mekanisme hukum seperti pengadilan supaya lebih gentle. Yang tentunya harus siap dengan konsekuensi sosial (media) yang lebih besar seperti lebih dicemooh netizen dan disebut baperan.
(Suatu Intermezzo) Lagipula…
Yap seperti kata Duniadian dalam kicauannya (tweet), produk Eiger yang di review merupakan hasil pembelian sendiri. Bukan merupakan produk endorse dari Eiger. Justru seharusnya Eiger berterimakasih karena dalam suatu review akan selalu ada sisi positif yang ditampilkan, suatu bentuk marketing gratisan kan? Tidak ada perjanjian hitam di atas putih antara Eiger dengan Duniadian untuk mengiklankan produknya. Duniadian membeli sendiri produk Eiger, maka ini sama sekali bukanlah perjanjian perdata. Kalaupun ada, perjanjian yang muncul adalah perjanjian jual beli yang telah usai ketika barang telah diserahkan dan harga telah dibayar.
Tapi toh perjanjian jual beli itu bukanlah tertulis (non-kontrak) dan tidak ada klausul yang menyatakan “larangan mereview dengan kualitas video yang ala kadarnya”. Maka sangat jelas Eiger tidak lagi memiliki kepentingan (interest) disini. Lalu buat apa mengajukan Surat Keberatan? Jika memang benar tujuanmu adalah untuk marketing (memviralkan produk dan nama Eiger), wah kamu lebih keterlaluan lagi. Terang-terangan semakin meremehkan peran dari “Surat Keberatan”. Surat Keberatan yang seharusnya digunakan dalam situasi dan kondisi serius, malah hanya digunakan untuk “permainan bisnis” belaka.
Lagian nih ya, Eiger harus meniru perusahaan-perusahaan berbasis teknologi. Kebetulan salah satu hobi admin adalah melihat review-review produk teknologi seperti ponsel pintar, komputer personal dan lain sebagainya. Disana, wah bukan lagi masalah kualitas video review yang diperhatikan. Tapi sikap dan tanggapan review terhadap suatu produk. Dunia teknologi “lebih dewasa” dengan tidak baperan atas suatu review yang dilakukan oleh reviewer. Bahkan, review jujur sangat dihormati. Reviewer memiliki kebebasan untuk menilai suatu produk termasuk sisi negatifnya bahkan walaupun dalam program endorse sekalipun. Seperti salah satu kanal YouTube kegemaran admin, Gadgetin (yang malah lebih memilih membeli produk sendiri ketimbang harus terikat program endorse yang melarang reviewer memberi penilaian negatif alias hanya bagus-bagusnya saja. Jadi, Jangan Meremehkan Surat Keberatan ya, Eiger. 🙂
#TerbaikTercepatTerpercaya
#KlinikHukumTerpercaya
#SemuaAdaJalannya
Civitas Akademika ilmu hukum yang terfokus di bidang Hukum Bisnis, Hukum Ekonomi dan Hukum Teknologi.