GAds

Matoa: Perjalanan dan Akhir Sebuah Ikon Jam Tangan Kayu Indonesia 

Matoa: Perjalanan dan Akhir Sebuah Ikon Jam Tangan Kayu Indonesia 

Industri jam tangan lokal baru saja kehilangan salah satu pemain terbaiknya. Matoa, brand jam tangan kayu asal Bandung, resmi menghentikan produksinya pada Januari 2025. Keputusan ini mengejutkan banyak pecinta produk lokal, mengingat Matoa telah menjadi ikon jam tangan kayu dengan desain elegan dan material ramah lingkungan selama lebih dari satu dekade.

Perjalanan Sukses Matoa

Didirikan pada tahun 2011, Matoa hadir dengan konsep unik yang menggabungkan seni dan keberlanjutan. Menggunakan kayu berkualitas tinggi seperti eboni dan maple, setiap produk Matoa dibuat dengan detail yang sangat teliti. 

Matoa juga menjadi salah satu pelopor di pasar fashion jam tangan yang berani berbeda dengan para kompetitornya. Di saat para kompetitornya masih memproduksi jam dengan bahan lama seperti stainles steel, karet, dan bahan lainnya Matoa hadir dengan bahan kayu. Brand ini berhasil menarik perhatian pasar domestik dan internasional, terutama di kalangan anak muda yang mengapresiasi produk lokal berkualitas.

Jam tangan ini tidak hanya berhasil menyentuh pasar lokal, beberapa negara seperti Arab Saudi, Amerika, Jepang, dan Malaysia. Hal tersebut tentunya tidak bisa dilepaskan dari kualitas dan eksklusifitas dari Matoa yang menarik konsumen dari mancanegara.

Dengan harga berkisar antara Rp1,2 juta hingga Rp1,5 juta, Matoa menawarkan eksklusivitas dalam desain dan nilai estetika yang tinggi. Produk mereka tidak hanya sekadar alat penunjuk waktu, tetapi juga sebuah pernyataan gaya hidup yang mengusung nilai ramah lingkungan.

Pukulan Bertubi-tubi: Dari Produk Impor hingga Pandemi

Sayangnya, kejayaan Matoa mulai mengalami tantangan besar sejak 2019. Kebijakan perdagangan bebas membuat pasar Indonesia dibanjiri oleh jam tangan impor, terutama dari Tiongkok, yang menawarkan harga jauh lebih murah. Produk-produk serupa dengan harga ratusan ribu rupiah menjadi pesaing utama Matoa, memaksa brand lokal ini untuk berjuang lebih keras agar tetap bertahan.

Tak hanya itu, pandemi COVID-19 yang melanda pada tahun 2020 memperparah kondisi bisnis mereka. Dengan daya beli masyarakat yang menurun dan prioritas pengeluaran yang bergeser, penjualan Matoa mengalami penurunan signifikan. 

Meskipun Matoa mencoba beradaptasi dengan strategi pemasaran digital, tekanan persaingan yang semakin ketat membuat operasional bisnis menjadi sulit dipertahankan. Selain itu, Industri jam tangan berkembang pesat dengan tren smartwatch dan jam tangan digital. Matoa, yang berfokus pada jam tangan analog berbahan kayu tentunya mengalami kesulitan dalam mengikuti tren ini dan mempertahankan relevansinya.

Akhir Perjalanan dan Langkah Selanjutnya

Pada Januari 2025, Matoa akhirnya memutuskan untuk menghentikan produksi jam tangan kayu. Keputusan ini menjadi akhir dari sebuah era bagi industri jam tangan kayu Indonesia. Namun, bukan berarti Matoa benar-benar menghilang. Brand ini berencana untuk beralih ke industri makanan dan minuman (F&B), sebuah langkah yang mengejutkan banyak pihak tetapi dianggap sebagai strategi adaptasi di tengah kondisi pasar yang berubah.

Penutupan Matoa menjadi pelajaran penting tentang ketatnya persaingan di industri kreatif. Keberlanjutan bisnis tidak hanya bergantung pada kualitas produk, tetapi juga adaptasi terhadap perubahan pasar dan strategi bisnis yang tepat.

Bagi para penggemar Matoa, meskipun brand ini tidak lagi memproduksi jam tangan, warisan dan inovasi yang mereka tinggalkan akan tetap dikenang sebagai bagian dari sejarah industri kreatif Indonesia.

 

    Leave Your Comment

    Your email address will not be published.*

    This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed .

    Start WA
    1
    Contact Us
    Hello Rencang, is there anything we can help with?