Peran Dugaan Korupsi dalam Pailitnya PT Sri Rejeki Isman Tbk (PT Sritex)
PT Sri Rejeki Isman Tbk atau yang lebih dikenal dengan nama Sritex merupakan salah satu perusahaan tekstil terbesar dan ternama di Indonesia yang telah berkontribusi signifikan terhadap industri tekstil nasional dan ekspor ke berbagai negara.
Namun, pada tahun 2025, perusahaan ini menghadapi situasi yang sangat sulit, yaitu dinyatakan pailit oleh pengadilan. Di balik keputusan tersebut, terungkap kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Direktur Utama Sritex, Iwan Setiawan Lukminto.
Perjalanan Sritex dari Kejayaan Menuju Krisis
Sejak berdirinya, Sritex dikenal sebagai pemain utama dalam sektor tekstil dan garmen, dengan kapasitas produksi yang besar dan jaringan distribusi yang luas. Perusahaan ini sempat mencatat pertumbuhan positif dan menjadi sumber lapangan kerja bagi ribuan tenaga kerja di Indonesia. Namun, berbagai faktor, termasuk kondisi ekonomi global yang tidak stabil dan dampak pandemi COVID-19, memengaruhi kinerja keuangan perusahaan.
Situasi semakin memburuk ketika muncul laporan mengenai dugaan penyalahgunaan dana yang diduga dilakukan oleh manajemen perusahaan, khususnya dalam penggunaan fasilitas kredit dari beberapa bank BUMD.
Dugaan Korupsi Dana Kredit yang Merugikan Negara
Pada Mei 2025, Kejaksaan Agung menetapkan Iwan Setiawan Lukminto, mantan Direktur Utama sekaligus Komisaris Utama PT Sritex, sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait fasilitas kredit yang diperoleh dari Bank BJB dan Bank DKI. Kerugian negara akibat dugaan penyalahgunaan fasilitas kredit ini mencapai angka Rp692 miliar.
Menurut penyidikan, dana kredit yang seharusnya digunakan untuk modal kerja dan pengembangan usaha dialihkan untuk membayar utang lama serta pembelian aset yang tidak produktif dan tidak sesuai peruntukan awal. Selain itu, pemberian kredit diduga dilakukan tanpa analisis risiko yang memadai dan tidak sesuai dengan prosedur perbankan yang berlaku.
Peran Pihak Terkait dari Perbankan
Selain Iwan, Kejaksaan juga menetapkan dua pejabat bank sebagai tersangka, yaitu mantan Direktur Utama Bank DKI, Zainuddin Mappa, dan mantan Pemimpin Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB, Dicky Syahbandinata. Keduanya diduga turut serta meloloskan fasilitas kredit tersebut tanpa memenuhi ketentuan dan prosedur internal bank, yang kemudian berkontribusi pada kerugian besar tersebut.
Dampak Krisis Terhadap Perusahaan dan Industri Tekstil Nasional
Pailitnya Sritex tidak hanya berdampak pada kondisi keuangan perusahaan, tetapi juga memberikan efek domino bagi industri tekstil nasional. Ribuan pekerja menghadapi ketidakpastian pekerjaan dan pendapatan, sementara rantai pasok industri mengalami gangguan signifikan. Kondisi ini menunjukkan betapa pentingnya manajemen yang baik dan pengelolaan dana yang transparan dalam menjaga kelangsungan perusahaan dan sektor industri secara luas.
Pembelajaran Mengenai Tata Kelola Perusahaan
Kasus yang menimpa Sritex menjadi refleksi penting mengenai penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG) di Indonesia. Tata kelola perusahaan yang buruk dan praktik korupsi di level manajemen puncak dapat menggoyahkan fondasi perusahaan, bahkan yang selama ini dianggap kuat sekalipun. Hal ini menegaskan kebutuhan akan pengawasan yang ketat, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan perusahaan, terutama yang melibatkan dana publik atau fasilitas kredit dari lembaga keuangan.
Penutup
Kisah Sritex merupakan peringatan keras bagi seluruh pelaku bisnis di Indonesia mengenai pentingnya integritas dan tanggung jawab dalam menjalankan usaha. Korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan tidak hanya merugikan pihak tertentu, tetapi juga membawa dampak sosial dan ekonomi yang luas. Oleh karena itu, penegakan hukum yang tegas dan penerapan tata kelola yang baik menjadi kunci utama untuk mencegah kasus serupa di masa depan, sekaligus menjaga kepercayaan publik dan keberlanjutan industri nasional.
\


