GAds

Perlindungan Hukum Konten Lokal

Akhir-akhir ini, masyarakat dimanjakan dengan boomingnya media sosial berbasis konten seperti TikTok ataupun pemain lama Facebook dan Instagram. Konten-konten itu juga tak jarang berseliweran di media sosial berbasis tulisan singkat (cuitan) atau mikroblog seperti Twitter. Begitu juga platform berbasis video seperti YouTube dan Netflix yang semakin digemari. Dengan situasi yang diselimuti ancaman Covid-19 yang disebabkan oleh Virus Corona memaksa masyarakat lebih sering menghabiskan waktunya di kediaman masing-masing. Seiring dengan kondisi Kenormalan Baru ini, konsumsi konten multimedia menjadi semakin masif. Fenomena ini dituturkan oleh Hermawan Kartajaya (Founder and Chairman MarkPlus, Inc.) sebagaimana dikutip dari Kontan.co.id. Maka tidak heran jika banyak Content Creator lokal bermunculan di platform-platform digital. Maka akan selalu terbesit pertanyaan bagi beberapa pihak yang insecure dengan konten buatannya: “Bagaimana sih Perlindungan Hukum Konten Lokal di Indonesia?”

Mengapa mereka membuat Konten Lokal?

Pertanyaan “Kenapa harus mengonsumsi Konten Lokal” sudah terlalu mainstream namun tetap sulit untuk mendapatkan jawaban tunggal. Maka pertanyaan “Mengapa mereka membuat Konten Lokal” lebih menarik untuk ditelisik. Pertanyaan ini menjadi penting dan mendasar karena tanpa ada peran dari pembuat Konten tersebut, masyarakat tidak akan “melihat Konten”, bukan? Menurut admin, adanya dunia digital berangkat dari kekepoan para pecinta teknologi. Kemudian mereka menciptakan platform yang menjadi sarana bagi pembuat Konten untuk berkreasi. Contohlah Jawed Karim, Steve Chen dan Chad Hurley yang menciptakan YouTube. Dengan peran mereka dan contoh video pertama yang mereka unggah, para YouTubers tertarik untuk menyalurkan kreativitas dan membagikan momen yang mereka miliki dalam bentuk video ke YouTube. Audiens kemudian memilih video-video yang sudah diunggah tersebut, menikmatinya, membagikannya dan bahkan memviralkannya. Begitu bukan cara kerja “Algoritma Sederhana” dari perputaran Konten Multimedia?

Cara kerja tersebut memberikan peran vital pada Content Creator, bukan masyarakat. Bayangkan jika mekanismenya dibalik, apakah masyarakat umum terpikirkan untuk menikmati konten video dalam platform digital? Sebelum kehadiran YouTube dan platform digital lain, masyarakat tentu sedang asyik menikmati “platform konvensional” seperti melalui Televisi, Radio dan Media Cetak. Sehingga disini, pertanyaan yang paling relevan adalah “Mengapa mereka membuat Konten Lokal?”. Konten Lokal seperti namanya ya berarti konten yang dibuat oleh para Content Creator lokal dan memiliki ciri khas yang “ke-Indonesia-an”. Nah untuk menjawab pertanyaan itu juga tidak ada jawaban baku. Maka admin akan mengelompokkannya dalam tiga sub-alasan besar.

1. Memuaskan Hobi

Ini adalah alasan umum mengapa seorang Content Creator menyalurkan kontennya melalui dunia maya. Dengan melampiaskan karyanya, seorang Content Creator akan merasa telah memenuhi kepuasan pribadinya. Seorang Content Creator rela menghabiskan waktu, tenaga bahkan uang untuk membeli peralatan canggih, mengambil gambar atau video berkali-kali, belajar editing, dan lain sebagainya untuk menciptakan suatu konten yang sesuai dengan seleranya. Perpanjangan dari alasan ini adalah untuk menciptakan suatu tren (Trendsetter). Tak jarang dengan keisengan tersebut, suatu Konten dapat viral dan mendapat apresiasi dari netizen. Maka disinilah cara kerja Media Sosial akan berputar, yakni ketika terdapat Konten yang viral akan menstimulasi Content Creator lain untuk membuat Konten yang serupa. Kasarannya demi likes dan pengikut yang banyak, seorang Content Creator akan rela menghabiskan apapun asalkan untuk menyalurkan hobinya.

2. Sebagai Sumber Penghasilan

Bagi beberapa Content Creator, dunia maya adalah tempat yang tepat untuk mencari uang. Tidak hanya berawal dari hal viral yang kemudian membuat seseorang memiliki pendapatan dari orang lain yang “menitipkan iklan” pada Konten-Konten selanjutnya. Tapi juga bisa berasal dari platform Advertisement yang disediakan oleh platform Media Sosial seperti Google Adsense yang dapat disematkan pada website maupun video YouTube. Beberapa orang juga membuat kreasi Konten yang bersifat multimedia seperti gambar Vector dan gambar-gambar yang digunakan untuk media penyampaian. Kemudian gambar itu diunggah melalui Konten berbayar seperti Shutterstock, Getty Images, iStock, 123RF, Unsplash, Stock Photo, Pixabay, dan lain sebagainya. Tentu saja mereka akan mendapatkan royalti dari karya unggahan tersebut. Ada juga yang membuat Konten dengan tujuan mengikuti event tertentu, seperti Blog Contest Indowebsite ini hehe.

Indowebsite merupakan layanan internet yang menyediakan kebutuhan website seperti domain, web hosting, dan email hosting. Indowebsite telah menyediakan layanan keperluan website sejak tahun 2005. Secara legalitas, Indowebsite tidak perlu diragukan karena bernaung dibawah PT Tujuh Ion Indonesia yang mana tentunya dapat dipertanggungjawabkan keamanannya. Salah satu mitra usaha kami yaitu PPTforWork (Bangku Persentasi) juga telah menikmati layanannya sejak tahun 2015. Bahkan Indowebsite memiliki visi salah satunya mendorong pengusaha pemula melalui layanan Hosting Murahand Hosting Gratis, serupa dengan Klinik Hukum Rewang Rencang hanya berbeda bidang saja. Tunggu apa lagi, segera ikuti eventnya dan menangkan hadiahnya. Nikmati layanan website yang terpercaya!

3. Sebagai Sarana untuk Tujuan Tertentu

Biasanya beberapa orang membuat suatu Konten untuk diunggah melalui websitenya. Konten itu digunakan untuk tujuan tertentu misalnya sebagai sarana penyampaian informasi kepada pembaca. Konten berguna untuk mempermudah audiens melahap dan memahami informasi yang disajikan. Bisa untuk media pembelajaran atau edukasi tertentu yang mana Konten akan mempermudah untuk ditangkap karena berbentuk desain grafis yang menarik bagi netizen yang membutuhkan. Atau juga sebagai dekorasi yang memperindah tampilan website atau sosial medianya sehingga terlhat aezthetic. Terutama bagi pengusaha yang menjajakan produk atau jasanya, memiliki tampilan platform penjualan yang indah pasti menjadi nilai tambah yang meyakinkan pengguna untuk melakukan closing.

Nah itu tadi beberapa penjelasan soal mengapa seseorang Content Creator membuat suatu Konten. Konten dapat berupa video, foto, desain grafis, animasi, gambar, dan lain sebagainya. Konten Lokal tentu saja perlu untuk dimasifkan eksistensinya karena memudahkan netizen Indonesia yang budiman untuk mencerna suatu informasi tertentu ataupun hiburan yang mengasyikkan. Tentu saja Konten Lokal itu dapat dibuat oleh netizen Indonesia sendiri, atau Konten Lokal yang diambil dari nilai-nilai lokal, maupun Konten Lokal hasil saduran dari Konten mancanegara yang kemudian “ditransliterasi” dan “ditransformasi” sehingga memudahkan “Netizen Lokal”. Hasil kreasi-kreasi anak bangsa dalam bentuk Konten Lokal itu tentu saja perlu diapresiasi keberadaannya. Bukan saja karena Konten itu mengandung muatan-muatan Lokal atau setidaknya menggunakan unsur “ke-Indonesia-an”. Tapi juga untuk memberi penghargaan bagi para Content Creator Lokal, apapun alasan mereka dalam membuat Konten itu seperti yang telah dikategorisasi dalam tiga sub-alasan besar diatas. Lantas, Bagaimana perlindungan hukum Konten Lokal?

Konten Lokal sebagai Ciptaan

Nah, sampailah kita pada pembahasan yang membuat dilema sebagian Content Creator lokal, khususnya setelah munculnya perseteruan antara Kekeyi dan Sony Music Indonesia beberapa waktu lalu. Kekeyi yang merupakan seorang influencer terkenal merilis lagu ciptaannya yaitu “Keke Bukan Boneka” yang sempat viral dan menduduki trending Nomor #1 di YouTube. Ciptaan Kekeyi sendiri dapat dikatakan sebagai Konten Lokal kan, Rencang? Karena pertama memenuhi syarat sebagai “Konten”, yaitu informasi yang tersedia melalui media elektronik dan yang kedua berbahasa Indonesia serta menggunakan unsur-unsur Indonesia. Salah satu label rekaman yaitu Sony Music Indonesia mengirim somasi yang berkaitan dengan pelanggaran Hak Cipta. Nah disinilah pokok perseteruannya yang cukup “seru”.

Kamu tentu tidak perlu khawatir mengenai perlindungan hukum Konten Lokal. Content Creator tidak perlu overthinking untuk berkreasi dan menyalurkan hobinya. Karena di artikel ini, kita akan membahas mengenai perlindungan hukum Konten Lokal. Oke di paragraf sebelumnya sudah ada clue kemana bahasan kita akan bermuara. Yap, Konten Lokal dilindungi oleh Hak Cipta. Pengaturannya dalam Hukum Positif dapat diintip di Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Mulai mengantuk mendengar nomenklatur hukum? Tenang, disini admin akan membahas dengan sederhana dan dapat dipahami oleh kamu. Mudahnya, hukum mengenal “Konten Lokal” sebagai “Ciptaan”. Ciptaan itu hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Ciptaan terlahir dari inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan dan keahlian. Nah yang dimaksud dengan Ciptaan oleh hukum wajib diekspresikan dalam bentuk yang nyata, bukan angan-angan dalam pikiran. Sudah paham? Selamat, kamu baru saja membaca Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Hak Cipta!

Prinsip Deklaratif yang Perlu Dicatatkan

Nah diatas kita telah mengupas tentang suatu Ciptaan (atau disebut Karya Cipta/Konten) ternyata secara hukum dilindungi oleh Hak Cipta. Sebenarnya Hak Cipta ini sendiri memiliki prinsip deklaratif (first to use). Artinya, Hak Cipta atas suatu Ciptaan secara otomatis diberikan ketika disebarluaskan oleh penciptanya bahkan tanpa perlu adanya pendaftaran/pencatatan/registrasi. Suatu Hak Cipta ditekankan pada penggunaan pertamanya, bukan pendaftaran pertamanya. Berbeda dengan Hak Kekayaan Intelektual lain seperti Hak Merek, Hak Paten, Desain Industri dan lain sebagainya yang perlu didaftarkan untuk mendapatkan perlindungan hukum. Nah karena sekarang kita sedang ngobrol tentang Konten Lokal, maka kita akan mengulik perlindungan hukum Konten Lokal khususnya dalam konteks Hak Cipta.

Dengan prinsip deklaratif diatas, maka dapat diasosiasikan yang namanya Konten, termasuk Konten Lokal, secara otomatis mendapatkan perlindungan Hak Cipta ketika dipublikasikan di dunia maya, baik melalui media sosial maupun platform tertentu seperti website. Jadi secara teori, para Content Creator tidak perlu risau apabila hasil karyanya tersebar di jagad dunia maya dan takut jika diklaim atau digugat oleh pihak lain yang mengaku sebagai penciptanya (semisal jika didaftarkan secara resmi ke DJKI). Karena yang ditekankan disini adalah kapan karya tersebut dipublikasikan/disebarluaskan, bukan kapan karya itu didaftarkan. Karena karya kamu sudah “dianggap” memiliki Hak Cipta sejak pertama kali kamu share di dunia maya. Namun ada beberapa catatan yang kamu perhatikan sebagai Content Creator yang mana membuat admin berpendapat karya terbaikmu masih perlu untuk dicatatkan atau didaftarkan di register DJKI:

1. Anonimitas Dunia Maya yang sudah menjadi keniscayaan

Ketika mendaftarkan platform tertentu di dunia maya seperti website maupun media sosial (yang pada intinya bersifat privat/komersil dan tidak terhubung dengan jaringan pemerintah), kamu tidak pernah diminta untuk memasukkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) di KTP kamu atau identitas lainnya, bukan? Inilah mengapa dunia maya disebut dunia dengan tingkat anonimitas yang sangat tinggi (hasil riset). Anonimitas menurut KBBI adalah “hal tidak ada nama” atau bisa dikatakan tidak bernama. Walaupun kamu meng-input nama sesuai kartu identitas kamu di platform internet, tidak ada jaminan bahwa akunmu adalah identitasmu secara tunggal (mutlak). Bisa jadi ada orang lain yang menggunakan namamu dengan persis, menggunakan foto dari gambarmu yang tersebar di internet sebagai display profile. Bahkan ketika mendaftarkan domain website yang bukan Nama Domain Indonesia (.id), kamu tidak diminta untuk submit identitas kamu seperti KTP.

Inilah mengapa walaupun Hak Cipta atas Konten yang dipublikasikan otomatis melekat, tapi belum tentu kamu bisa mengklaim secara mutlak bahwa Konten itu adalah hasil karyamu. Bisa jadi ada orang lain yang mengaku sebagai kamu atau bahkan mengaku sebagai pencipta pertama Konten itu. Terlebih jika ternyata akunmu menggunakan username yang tidak sesuai identitas administrasimu (Nickname). Tentu saja akan menyulitkan ketika terjadi konflik, bukan? Oleh karena itu supaya jelas, Konten yang menurutmu berharga juga harus didaftarkan Hak Cipta. Karena dalam pendaftaran Hak Cipta mensyaratkan adanya identitas seperti KTP. Sehingga jelas dan tegas, bahwa Konten yang kamu buat benar-benar milikmu, bukan orang lain apalagi yang mengaku sebagai kamu. Jika sudah ada kejadian perselisihan Hak Cipta, yakin deh pembuktiannya di pengadilan lebih memakan biaya daripada biaya pendaftaran Hak Cipta.

2. Pengaturan Bebas Sistem Online yang luwes dan penuh rekayasa

Buat kamu yang webmaster pasti paham kalau tanggal, bulan dan tahun suatu laman atau pos di platform manapun bisa di “rekayasa”. Mulai dari Blogger, WordPress sampai Tumblr semuanya memiliki fitur untuk “memanipulasi” waktu publikasi Kontennya. Kamu secara ajaib bisa melempar tulisan yang baru dibuat hari ini ke beberapa hari, bulan atau tahun sebelumnya. Inilah yang berbahaya dan rentan bagi Konten Lokal yang tidak didaftarkan Hak Cipta, walaupun secara otomatis “dianggap” memiliki Hak Cipta. Bayangkan jika kamu sudah susah-susah memuat suatu Konten, dengan niat dan sumber daya maksimal. Lalu kamu publikasikan pada 1 Agustus 2020. Tapi ada oknum plagiator yang mempublikasikan Kontenmu di platform dia seperti website, lalu dia ubah tanggalnya menjadi 1 Agustus 2019.

Jika dia menggugatmu di pengadilan, kamu pasti kalah. 🙂 Ingat dengan prinsip Hak Cipta yang first to use diatas, artinya dilihat dari siapa yang menggunakan duluan maka ia yang memiliki hak atas Ciptaan itu. Inilah mengapa sifat “manipulatif” dunia maya sangat berbahaya bagi Konten Ciptaanmu. Seperti halnya poin pertama, jika kamu digugat maka biaya pembuktian akan membengkak dibandingkan biaya untuk mendaftarkan Konten Ciptaanmu di awal. Oleh karena itu benar-benar ada baiknya Konten kamu didaftarkan Hak Cipta di awal ketika kamu mempublikasikannya. Bukan menunggu ada klaim dari oknum tak bertanggungjawab menyeretmu ke pengadilan. Maka disini kelihatan kan, sifat deklaratif Hak Cipta yang melekat secara otomatis pada suatu Ciptaan ketika disebarluaskan tidak benar-benar menjamin hak kamu. Maka kamu memang perlu mendaftarkannya ke DJKI. Sama seperti terbitan cetak, musik label rekaman, tayangan publisher resmi, ataupun bahasa pemrograman dan lain sebagainya didaftarkan Hak Cipta oleh penciptanya untuk melindungi hak-haknya seperti hak ekonomi dan hak moral.

3. Jika Tidak Perlu Didaftarkan, untuk apa mekanisme Hak Cipta di DJKI?

Nah ini yang penting dan patut dipikirkan secara mendalam. Jika secara teori, Hak Cipta dianggap melekat secara otomatis pada suatu Ciptaan ketika disebarluaskan, mengapa Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual memberikan mekanisme pendaftaran Hak Cipta? Aneh bukan, jika Hak Cipta memang tidak wajib didaftarkan mengapa ada prosedur registrasinya. Hmm sungguh menarik. Jawaban yang paling logis adalah pastinya untuk memberikan perlindungan hukum ekstra kepada suatu Ciptaan khususnya bagi Pencipta yang merasa Ciptaannya sangat penting dan prospektif. Jika Ciptaan itu berpotensi menghasilkan uang jika divaluasi misalnya dari royalti atau lisensi. Hal inilah mengapa banyak buku, musik atau tayangan yang mendaftarkan Hak Cipta mereka. Karena mereka tau pentingnya perlindungan Hak Cipta. Maka, mendaftarkan Konten kamu ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual bukanlah keputusan yang muspro.

“Lalu kalau semua Konten didaftarkan Hak Cipta, bisa jual ginjal dong?” Nah inilah yang perlu disikapi dengan bijak oleh Content Creator. Dalam hal ini, kamu harus benar-benar memilah mana Konten yang perlu kamu daftarkan dan mana yang tidak. Jika kamu adalah user TikTok yang suka meniru tren, sebetulnya kamu tidak perlu mendaftarkan Hak Cipta. Karena potensi komersialisasi Konten kamu tentulah kurang prospektif. Kecuali, jika kamu merupakan seorang Trendsetter yang suka membuat tren. Kamu yang membuat orang lain mengikuti pola Konten kamu, bisa mempertimbangkan untuk mendaftarkan Hak Cipta ketika atau sesaat setelah mempublikasikan Kontenmu. Atau bagi kamu yang suka membuat lagu, desain grafis, fotografis dan videografis yang ciamik dan epik. Sangat dianjurkan untuk mendaftarkan Hak Cipta atas Kontenmu. Dan yang tak kalah penting namun sering luput dan meremehkan, adalah para pegiat Coding yang perlu mendaftarkan kreasi bahasa pemrogramannya ataupun CopyWriter yang merasa tulisannya sangat berharga.

Nah itu dia obrolan “pendek” (cerita “pendek” tetaplah panjang 😀 ) kita mengenai perlindungan hukum Konten Lokal. Rencang Content Creator produktif? Kamu bisa daftarkan Konten Lokal Ciptaanmu dengan membaca artikel ini.

#TerbaikTercepatTerpercaya

#KlinikHukumTerpercaya

#SemuaAdaJalannya

    Leave Your Comment

    Your email address will not be published.*

    This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed .

    Start WA
    1
    Contact Us
    Hello Rencang, is there anything we can help with?