Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan Undang-Undang Kepailitan sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 mensyaratkan bahwasannya dalam mengajukan permohonan kepailitan, pemohon terutama baik kreditur maupun debitur itu sendiri harus dalam keadaan debitur memiliki utang kepada setidaknya dua kreditur atau lebih. Sesuai dengan bunyi ayat yang lebih lengkap adalah sebagai berikut :
Salah satu syarat untuk mengajukan pailit :
Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwasannya mau tidak mau, suka atau tidak suka, dalam hal pengajuan permohonan kepailitan tersebut, kreditur harus mengetahui bahwasannya debitur berada dalam posisi memiliki utang kepada setidaknya dua debitur termasuk kreditur yang menjadi pemohon, dan debitur harus menyadari dan meyakini bahwa dirinya memiliki utang kepada setidaknya dua kreditur dan menyatakan diri tidak dapat melakukan pelunasan terhadap utang-utang tersebut.
Namun menurut Hotman Paris Hutapea, syarat minimal kreditur sebagai pemohon pailit dengan dua syarat yaitu debitor mempunyai setidaknya dua kreditor atau lebih dan debitur tidak dapat membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, pasal tersebut dinilai bertentangan dengan hakekat dibutuhkannya upaya hukum kepailitan yang seharusnya untuk kepentingan seluruh kreditur. Pasal ini dalam prakteknya pada dasarnya sangat sulit diterapkan karena seringkali timbul permasalahan yang muncul dari kreditur lain yang bukan merupakan pemohon kepailitan.
Pada prakteknya di lapangan, muncul pertanyaan hukum bagaimana dengan kreditur lain yang bukan merupakan pemohon pailit tidak berniat atau bahkan tidak ingin melakukan tindakan hukum mempailitkan debitur dengan cara mengajukan permohonan kepailitan ke pengadilan? Apakah dengan begitu kreditur tersebut yang sesungguhnya ingin memberikan kesempatan bagi debitur untuk melunasi semua hutangnya, berarti tidak dapat melakukan hal tersebut. Mengingat implikasi dari kreditur yang masuk bursa pemohon dari kepailitan, ada potensi kreditur tersebut tidak mendapat pelunasan secara penuh melainkan hanya pembayaran dari sebagian hutang yang proporsionalitasnya ditentukan bersama dalam rapat forum kreditur pasca putusan kepailitan.
Dalam prakteknya, jawaban yang selama ini dipakai adalah para kreditur lain terpaksa harus ikut mendaftarkan sebagai kreditur untuk mendapatkan sebagian pembayaran hak dari hutang debitur, dibandingkan tidak mendaftar dan tidak mendapatkan apapun. Mekanisme selanjutnya jika kreditur terutama konkuren yang telah mendapat hak pembayaran hutang tersebut tidak merasa puas dengan pembagian proporsionalitas pembayaran dari rapat forum tersebut, maka kreditur yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan ketidakpuasan ke pengadilan. Mekanisme tersebut dirasa cukup rumit untuk mendapatkan keadilan bagi seluruh pihak yang berkaitan.
Hotman mengusulkan syarat minimum jumlah kreditor sebagai pemohon pailit harus ditambah. Syarat debitor dapat dipailitkan juga harus memenuhi bukti bahwa minimum 75 persen kreditor memiliki utang dan sudah jatuh tempo, plus tidak dibayar. Debitor juga dibebani untuk membuktikan bahwa minimum 75 persen kreditor memiliki piutang yang sudah jatuh tempo.
Melayani segala pengurusan legalitas usaha seperti Pengurusan Izin Usaha, Sertifikasi Halal, BPOM, Pendaftaran Merek, Pendirian PT dan CV serta Pembuatan Perjanjian
#TerbaikTercepatTerpercaya
#KlinikHukumTerpercaya