MENGENAL PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA (5-Selesai)
- Pengundangan
Setelah melalui tahapan-tahapan yang telah dijelaskan sebelumnya, yang dimulai dari perencanaan sampai penetapan peraturan perundang-undangan, maka tahapan selanjutnya adalah pengundangan. Pengundangan ini merupakan tahapan untuk memberikan informasi bahwa setiap orang harus mengetahuinya. Pasal 81 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dijelaskan bahwa agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Perundang-undangan harus diundangkan dengan menempatkannya dalam:
- Lembaran Negara Republik Indonesia;
- Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia;
- Berita Negara Republik Indonesia;
- Lembaran Daerah;
- Tambahan Lembaran Daerah; atau
- Berita Daerah.
Tata cara pengundangan bisa dikelompokkan menurut peraturan perundang-undangan yang dibuat. Adapun peraturan perundang-undangan yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, yaitu:
- Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
- Peraturan Pemerintah;
- Peraturan Presiden; dan
- Peraturan Perundang-undangan lain yang menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku harus diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia dicantumkan dalam bagian penjelasan dari keempat Peraturan Perundang-undangan yang telah disebutkan di atas, sedangkan Peraturan Perundang-undangan yang diundangkan dalam Berita Negara Republik Indonesia harus memiliki kriteria bahwa Peraturan Perundang-undangan yang dibuat menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku memang harus diundangkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
- Penyebarluasan
Bagian ini merupakan tahapan yang dilakukan oleh DPR dan Pemerintah untuk memproses penyebarluasan peraturan perundang-undangan, yang mana dimulai dari penyebarluasan Program Legislasi Nasional (Prolegnas), penyusunan dan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU), sampai tahapan Pengundangan Undang-Undang (UU). Hal ini dilakukan untuk memberikan informasi dan/atau memperoleh masukan dari masyarakat serta para pemangku kepentingan. Penyebarluasan ini dilakukan oleh pihak yang sebagaimana telah ditentukan oleh UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, untuk penyebarluasan Prolegnas dilakukan oleh DPR dan Pemerintah melalui koordinasi alat kelengkapan DPR khusus menangani bidang legislasi. Penyebarluasan RUU ada dua macam, yang berasal dari DPR dan berasal dari Presiden. Penyebarluasan RUU yang berasal dari DPR dilaksanakan oleh komisi/panitia/badan/alat kelengkapan DPR khusus menangani bidang legislasi, sedangkan penyebarluasan RUU yang berasal dari Presiden dilaksanakan oleh instansi pemrakarsa.
Penyebarluasan UU yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia secara bersama-sama dilakukan oleh DPR dan Pemerintah, namun dapat saja dilakukan oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sepanjang masih berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang terkait dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Apabila Peraturan Perundang-undangan tersebut membutuhkan terjemahan bahasa asing, maka penerjemahnya dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan sifatnya resmi.
Bagaimana dengan penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di daerah? Secara prosedural sama dengan penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan di tingkat pusat, hanya yang membedakan obyeknya (Prolegnas diganti Prolegda, DPR diganti DPRD, Pemerintah diganti Pemerintah Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota, instansi pemrakarsa diganti dengan Sekretaris Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia diganti dengan Lembaran Daerah).
- Partisipasi Masyarakat
Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan baik di tingkat pusat maupun daerah tentunya tidak lepas dari peran serta masyarakat. Sebab dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan telah diberikan hak kepada masyarakat untuk memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis selama proses pembentukan Peraturan Perundang-undangan berlangsung. Untuk mewujudkan hak tersebut, dilakukan dengan berbagai cara, yaitu Rapat Dengar Pendapat Umum, melakukan kunjungan kerja, menyelenggarakan sosialisasi, dan/atau seminar/lokakarya/diskusi. Masyarakat adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang memiliki kepentingan atas substansi RUU, contohnya ketika membahas RUU yang berhubungan dengan desa, maka perwakilan sekelompok masyarakat desa atau tokoh masyarakat setempat bisa dilibatkan dalam pembentukan Peraturan Perundang-undangan terkait. RUU yang sedang dalam proses pembentukan harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat demi kelancaran partisipasi masyarakat dalam memberi masukan.

Staf Legal yang memiliki ekspertasi di bidang Hukum Tata Negara