MENGENAL PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA (3)
- Pembahasan dan Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU)
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang dilakukan oleh DPR bersama Presiden atau menteri yang ditugaskan. Adapun pembahasan yang mengikutsertakan DPD (hanya pada pembicaraan tingkat I) terkait dengan:
- otonomi daerah;
- hubungan antara pusat dan daerah;
- pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah;
- pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya; dan
- perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Pembahasan Rancangan Undang-Undang dilaksanakan dalam 2 (dua) tingkat pembicaraan, yang terdiri dari:
Tingkat I : Rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat badan legislasi, rapat
Badan Anggaran, atau rapat Panitia Khusus.
Tingkat II : Rapat Paripurna.
Pembicaraan pada tingkat I dilakukan kegiatan-kegiatan pengantar musyawarah, pembahasan daftar inventarisasi masalah, dan penyampaian pendapat mini. Kemudian pada tingkat II merupakan pengambilan keputusan dalam rapat paripurna dengan kegiatan-kegiatan:
- penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini DPD, dan hasil pembicaraan tingkat I;
- pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; dan
- penyampaian pendapat akhir Presiden yang dilakukan oleh menteri yang ditugasi.
Persetujuan atau penolakan sebagai yang dimaksud dalam poin b di atas apabila tidak tercapai secara musyawarah untuk mufakat, maka pengambilan keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak (voting). Ketika pengambilan keputusan sebagian besar tidak mendapat persetujuan, maka RUU tersebut tidak boleh diajukan kembali dalam persidangan DPR masa itu.
RUU dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama DPR dan Presiden, namun ketika RUU sedang dalam proses pembahasan hanya dapat ditarik kembali setelah mendapat persetujuan bersama DPR dan Presiden. RUU yang membahas tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) dilaksanakan dengan mekanisme yang serupa dengan pembahasan RUU, pengecualian Pembahasan RUU tentang Pencabutan PERPPU dilaksanakan melalui mekanisme yang khusus. Mekanisme khusus yang dimaksud yaitu RUU tentang Pencabutan PERPPU diajukan oleh DPR atau Presiden, kemudian RUU tersebut diajukan pada saat rapat paripurna DPR tidak memberikan persetujuan atas PERPPU yang diajukan oleh Presiden. Pengambilan keputusan persetujuan terhadap RUU tentang Pencabutan PERPPU tersebut dilaksanakan dalam rapat paripurna DPR yang sama dengan rapat paripurna penetapan tidak memberikan persetujuan atas PERPPU tersebut.
RUU yang telah mendapat persetujuan bersama dari DPR dan Presiden disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi Undang-Undang (UU) dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. RUU kemudian disahkan oleh Presiden dengan membubuhkan tandan tangan dengan jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak RUU disetujui bersama DPR dan Presiden. Bila dalam jangka waktu yang telah ditentukan tersebut ternyata belum dibubuhi tandatangan dari Presiden, maka RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan. Sahnya RUU disertakan dengan bunyi kalimat, “Undang-Undang ini dinyatakan sah berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.” Kalimat tersebut dibubuhkan pada halaman terakhir UU sebelum pengundangan naskah UU ke Lembaran Negara Republik Indonesia.

Staf Legal yang memiliki ekspertasi di bidang Hukum Tata Negara